Senin, 23 November 2015

Masuk, Bukan Pada Tempatnya

Ini postingan spesial yang apa adanya, jadi ceritanya postingan hari ini adalah tugas B.I *nulis cerpen. dan gua pengin sharing ke kalian siapa tahu kalian belum tahu... 
yaudah happy reading and wedding gaes... :) 

    Kalau tidak salah kejadian ini saya alami kira-kira satu tahun yang lalu. Saya, seorang anak laki-laki yang waktu itu baru duduk di kelas VIII berumur tiga belas tahun. Saya benar-benar tidak menyangka akan melakukan hal yang kalau dipikir-pikir sangatlah ‘bodoh’. Eeee, bukan ‘bodoh’ lebih tepatnya kurang pintar. Kejadian ini saya alami saat dalam perjalan pulang dari Jakarta sehabis kegiatan study tour.
    Malam itu cahaya matahari tidak menyengat, Pak supir masih mengendarai bisnya supaya baik jalannya, dan saya pun tidak merasakan hal-hal aneh. Sampai akhirnya semua berubah, ketika semilir udara dingin datang dan mulai merasuk. Serr serr serr, seketika perut tidak lagi bersahabat. Yap, tidak salah lagi ini adalah panggilan alam. Saya tidak tahu kapan ‘dia’ akan keluar. Singkatnya, hanya tuhan dan ‘dia’ yang tahu. Dan bahkan ketika saya tahu kapan ‘dia’ akan keluar, kadang-kadang ‘dia’ tetap memaksa keluar di tempat yang tidak pas. Beruntung toleransi masih ada diantara saya dan si ‘dia’. Jadi, Bom masih bisa dijinakan. Walaupun belum jinak total, setidaknya masih cukup untuk menahan sampai di SPBU terdekat .
      Sungguh, saya tak tahan lagi dengan semua rasa rindu. Eeee, maksud saya dengan rasa mulas. Setelah semua turun, saya segera mencari toilet. Dalam hati saya bertanya-tanya“Toilet di manakah engkau?Aku tak tahan dengan semua rasa ini. Sakit, merinding, dan yang jelas nasibnya di ujung tanduk”. Tiba-tiba seberkas cahaya seolah-olah menujukan saya jalan menuju ke toilet. Lari, saya langsung lari. Tanpa pikir panjang saya langsung masuk ke toilet paling ujung sebelah kanan.
    “Bruk!!” Suara pintu yang baru saya tutup. Di dalam toilet saya tidak melakukan apapun, kecuali buang. Kemudian, saya keluar dari toilet itu dan apa yang terjadi? Ibu-ibu, mba-mba, bahkan mba-mba yang mirip ibu-ibu sedang tertib berantri di depan toilet yang baru saja saya masuki. Saya kaget, saya malu, saya baper, setelah semua perjuangan yang saya lakukan untuk si ‘dia’ kemudian semua itu harus terbuang sia-sia karena salah masuk toilet. Seketika semua mata tertuju kepada saya dengan tatapan sinis. Mereka memandangi saya seolah-olah saya telah melakukan sebuah tindakan kriminal yang menghilangkan jutaan nyawa mahluk hidup. Padahalkan, saya hanya menghilangkan beberapa butir tinja di tempat yang salah. Dan itupun semua barang bukti sudah saya siram bersih, apa salahnya sih? Oleh karena itu SPBU adalah saksi bisu ketika saya masuk bukan pada tempatnya.

    Belum cukup sampai disitu, setelah semua tatapan yang penuh dengan kesinisan, tiba-tiba sebuah elemen penting yang harus ada saat selesai menggunakan toilet umum tidak saya bawa. Yap, uang dua ribuan untuk membayar mas-masnya. Saya tidak bawa uang sepeserpun, dan di situ saya merasa miskin. Di situ saya merasa bersalah kepada uang dua ribuan yang biasanya tidak saya anggap. Sekarang, menjadi uang yang begitu penting untuk harga diri saya yang sudah diinjak-injak oleh ibu-ibu. Namun, tak lama setelah saya merasa miskin datanglah sesosok Anak Baru Gede (ABG). Dengan langkah malu-malu, karena kebetulan dia juga salah masuk toilet. Si ABG  menghampiri saya seolah-olah kita pernah punya kenangan indah di masa lampau. Dia tatap mata saya, dia pegang erat tangan saya seakan saya tidak boleh pergi darinya lagi. Ya, dia cowok dan semua itu bohong. Pokoknya berkat teman saya itu, harga diri saya sedikit lebih terangkat setelah hancur diinjak-injak oleh ibu-ibu.
Teman saya baik hati, rajin menabung, dan tidak sombong. Karena ia rajin menabung ia menawari saya pinjaman uang dua ribu.
    “Bro, gimana mau pinjem?”. Katanya sambil mengipas-ngipaskan uang dua ribuannya.
    “Gak lah, cuman dua ribu masa pinjem”. Jawab saya agak gengsi sembari mengambil uang dua ribuan itu.
    “Tapi kalo loe maksa ya terserah”. Lanjut saya meyakinkan teman saya.
     “Yee,  diambil juga. Gimanasih?? Dasar otak udang”. Reaksi teman saya yang bingung antara ingin marah atau kebelet pipis.
      Sembari berjalan, saya dengan teman saya mendekat ke tempat penjaga toilet. Tibalah saat yang menegangkan. Saat saya harus berhadapan langsung dengan mas-masnya. Saat itu juga getaran-getaran terjadi diantara kita berdua. Saya bayarkan uang dua ribuannya. Kemudian, mas-masnya terima uang dari saya sembari memegang tangan saya. Terjadi percakapan kecil diantara kami berdua.
      “Mas, makasih udah minjemin toiletnya ke saya”. Ucap saya untuk basa-basi, sekedar mengulur waktu.
      “Ya dek, gak usah bayar juga gak papa kok”. Kata mas-masnya yang berhenti sebentar untuk menelan ludah.
      “Adek ganteng deh, udah punya pacar?”. Lanjut mas penjaga toilet yang pegangannya makin lama makin erat.
      “Eeee,  mas kayaknya itu ada gunderewo deh”.  Jawab saya terbata-bata karena masih shock mendengar pujian-pujian dari mas penjaga toiletnya.
       “Ada gunderewo juga biarin kan ada kamu di sini”. Jawab masnya yang makin lama makin jelas bahwa dia suka sesame jenis.
        “Gini ya mas, bukannya saya ngga mau. Cuman, itu gunderewonya lebih ganteng,  lebih cucok, dan yang jelas gak bikin baper”. Ucap saya untuk meyakinkan masnya yang lama kelamaan mulai yakin bahwa ternyata gunderewo itu lebih ganteng dari saya.
       “Beneran nih? Aku coba tengok kebelakang ya…satu..dua.. tiga…” ucap mas penjaga toilet, sembari menengok ke belakang dan mulai mengendurkan pegangan tangannya.
Saya bergumam dalam hati “Buhuwahahaha… Ini kesempatan emas. Aku harus melarikan diri bagaimanapun caranya. Lihat saja nanti.”. Kemudian, saya berlari menjauh dari mas-masnya sembari berkata “Muukuucieh eaaaa weseenyaaaa…. Makan tuh gunderewo”.
       Setelah pelarian yang cukup menguras banyak energi. Akhirnya, semua berakhir. Kisah cinta saya sudah berakhir. Eh, maksud saya kisah salah masuk toilet sudah berakhir. Saya kembali ke bis dan langsung tidur. Seolah-olah tidak ada yang terjadi, seolah-olah tidak ada percakapan antara saya dan mas-mas penjaga toilet, seolah-olah tidak ada peristiwa salah masuk WC, dan seolah-olah semua itu hanya fatamorgana. Sebenarnya nggak ada urusannya sama fatamorgana sih, hanya sekedar menyamakan rima. Ya walaupun kata-kata di atas tidak berima. Yang jelas pengalaman ‘Masuk, bukan pada tempatnya’ akan jadi pengalaman tersendiri dalam sanubari. SELESAI.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen yang baek-baek, ntar orang tua loe seneng terus bisa naek haji....

--

--