Ini postingan spesial yang apa adanya, jadi ceritanya postingan hari ini adalah tugas B.I *nulis cerpen. dan gua pengin sharing ke kalian siapa tahu kalian belum tahu...
yaudah happy reading and wedding gaes... :)
Kalau tidak salah kejadian
ini saya alami kira-kira satu tahun yang lalu. Saya, seorang anak laki-laki
yang waktu itu baru duduk di kelas VIII berumur tiga belas tahun. Saya benar-benar
tidak menyangka akan melakukan hal yang kalau dipikir-pikir sangatlah ‘bodoh’.
Eeee, bukan ‘bodoh’ lebih tepatnya kurang pintar. Kejadian ini saya alami saat dalam
perjalan pulang dari Jakarta sehabis kegiatan study tour.
Malam itu cahaya matahari
tidak menyengat, Pak supir masih mengendarai bisnya supaya baik jalannya, dan saya
pun tidak merasakan hal-hal aneh. Sampai akhirnya semua berubah, ketika semilir
udara dingin datang dan mulai merasuk. Serr
serr serr, seketika perut tidak lagi bersahabat. Yap, tidak salah lagi ini adalah
panggilan alam. Saya tidak tahu kapan ‘dia’ akan keluar. Singkatnya, hanya tuhan
dan ‘dia’ yang tahu. Dan bahkan ketika saya tahu kapan ‘dia’ akan keluar, kadang-kadang
‘dia’ tetap memaksa keluar di tempat yang tidak pas. Beruntung toleransi masih ada
diantara saya dan si ‘dia’. Jadi, Bom masih bisa dijinakan. Walaupun belum jinak
total, setidaknya masih cukup untuk menahan sampai di SPBU terdekat .
Sungguh, saya tak tahan
lagi dengan semua rasa rindu. Eeee, maksud saya dengan rasa mulas. Setelah semua
turun, saya segera mencari toilet. Dalam hati saya bertanya-tanya“Toilet di manakah engkau?Aku tak tahan dengan
semua rasa ini. Sakit, merinding, dan yang jelas nasibnya di ujung tanduk”. Tiba-tiba
seberkas cahaya seolah-olah menujukan saya jalan menuju ke toilet. Lari, saya langsung
lari. Tanpa pikir panjang saya langsung masuk ke toilet paling ujung sebelah kanan.
“Bruk!!” Suara pintu yang baru saya tutup. Di dalam toilet saya tidak
melakukan apapun, kecuali buang. Kemudian, saya keluar dari toilet itu dan apa
yang terjadi? Ibu-ibu, mba-mba, bahkan mba-mba yang mirip ibu-ibu sedang tertib
berantri di depan toilet yang baru saja saya masuki. Saya kaget, saya malu,
saya baper, setelah semua perjuangan yang saya lakukan untuk si ‘dia’ kemudian semua
itu harus terbuang sia-sia karena salah masuk toilet. Seketika semua mata tertuju
kepada saya dengan tatapan sinis. Mereka memandangi saya seolah-olah saya telah
melakukan sebuah tindakan kriminal yang menghilangkan jutaan nyawa mahluk hidup.
Padahalkan, saya hanya menghilangkan beberapa butir tinja di tempat yang salah. Dan itupun semua barang bukti sudah saya
siram bersih, apa salahnya sih? Oleh karena itu SPBU adalah saksi bisu ketika saya
masuk bukan pada tempatnya.
Belum cukup sampai disitu,
setelah semua tatapan yang penuh dengan kesinisan, tiba-tiba sebuah elemen penting
yang harus ada saat selesai menggunakan toilet umum tidak saya bawa. Yap, uang dua
ribuan untuk membayar mas-masnya. Saya tidak bawa uang sepeserpun, dan di situ
saya merasa miskin. Di situ saya merasa bersalah kepada uang dua ribuan yang
biasanya tidak saya anggap. Sekarang, menjadi uang yang begitu penting untuk harga
diri saya yang sudah diinjak-injak oleh ibu-ibu. Namun, tak lama setelah saya merasa
miskin datanglah sesosok Anak Baru Gede
(ABG). Dengan langkah malu-malu, karena kebetulan dia juga salah masuk
toilet. Si ABG menghampiri saya seolah-olah kita pernah punya
kenangan indah di masa lampau. Dia tatap mata saya, dia pegang erat tangan saya
seakan saya tidak boleh pergi darinya lagi. Ya, dia cowok dan semua itu bohong.
Pokoknya berkat teman saya itu, harga diri saya sedikit lebih terangkat setelah
hancur diinjak-injak oleh ibu-ibu.
Teman saya baik hati,
rajin menabung, dan tidak sombong. Karena ia rajin menabung ia menawari saya pinjaman
uang dua ribu.
“Bro, gimana mau pinjem?”.
Katanya sambil mengipas-ngipaskan uang dua ribuannya.
“Gak lah, cuman dua ribu
masa pinjem”. Jawab saya agak gengsi sembari mengambil uang dua ribuan itu.
“Tapi kalo loe maksa ya
terserah”. Lanjut saya meyakinkan teman saya.
“Yee, diambil juga. Gimanasih?? Dasar otak udang”. Reaksi
teman saya yang bingung antara ingin marah atau kebelet pipis.
Sembari berjalan, saya dengan
teman saya mendekat ke tempat penjaga toilet. Tibalah saat yang menegangkan. Saat
saya harus berhadapan langsung dengan mas-masnya. Saat itu juga getaran-getaran
terjadi diantara kita berdua. Saya bayarkan uang dua ribuannya. Kemudian,
mas-masnya terima uang dari saya sembari memegang tangan saya. Terjadi percakapan
kecil diantara kami berdua.
“Mas, makasih udah minjemin
toiletnya ke saya”. Ucap saya untuk basa-basi, sekedar mengulur waktu.
“Ya dek, gak usah bayar
juga gak papa kok”. Kata mas-masnya yang berhenti sebentar untuk menelan ludah.
“Adek ganteng deh, udah
punya pacar?”. Lanjut mas penjaga toilet yang pegangannya makin lama makin erat.
“Eeee, mas kayaknya itu ada gunderewo deh”. Jawab saya terbata-bata karena masih shock mendengar pujian-pujian dari mas
penjaga toiletnya.
“Ada gunderewo juga biarin
kan ada kamu di sini”. Jawab masnya yang makin lama makin jelas bahwa dia suka
sesame jenis.
“Gini ya mas, bukannya saya
ngga mau. Cuman, itu gunderewonya lebih ganteng, lebih cucok, dan yang jelas gak bikin baper”.
Ucap saya untuk meyakinkan masnya yang lama kelamaan mulai yakin bahwa ternyata
gunderewo itu lebih ganteng dari saya.
“Beneran nih? Aku coba tengok
kebelakang ya…satu..dua.. tiga…” ucap mas penjaga toilet, sembari menengok ke belakang
dan mulai mengendurkan pegangan tangannya.
Saya bergumam dalam hati
“Buhuwahahaha… Ini kesempatan emas. Aku
harus melarikan diri bagaimanapun caranya. Lihat saja nanti.”. Kemudian, saya
berlari menjauh dari mas-masnya sembari berkata “Muukuucieh eaaaa weseenyaaaa….
Makan tuh gunderewo”.
Setelah pelarian yang
cukup menguras banyak energi. Akhirnya, semua berakhir. Kisah cinta saya sudah
berakhir. Eh, maksud saya kisah salah masuk toilet sudah berakhir. Saya kembali
ke bis dan langsung tidur. Seolah-olah tidak ada yang terjadi, seolah-olah tidak
ada percakapan antara saya dan mas-mas penjaga toilet, seolah-olah tidak ada peristiwa
salah masuk WC, dan seolah-olah semua itu hanya fatamorgana. Sebenarnya nggak ada
urusannya sama fatamorgana sih, hanya sekedar menyamakan rima. Ya walaupun
kata-kata di atas tidak berima. Yang jelas pengalaman ‘Masuk, bukan pada tempatnya’ akan jadi pengalaman
tersendiri dalam sanubari. SELESAI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen yang baek-baek, ntar orang tua loe seneng terus bisa naek haji....