Manusia sangat terbantu dengan adanya perkembangan teknologi yang terjadi pada saat ini. Kemunculan Smartphone, smart TV, smartwatch dan peralatan lain yang berimbuhan smart pada penamaannya merupakan bukti kecil adanya perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi berkembang dengan amat pesat, internet menjadi salah satu bentuk yang nyata dari adanya perkembangan teknologi. Dengan adanya internet ditambah gadget yang memadai, manusia dapat melakukan banyak hal hanya dalam genggaman. Salah satunya adalah, apabila sebelumnya manusia tidak bisa berkomunikasi jarak jauh, maka sekarang dapat berkomunikasi bukan sebatas suara saja tapi juga bisa saling melihat melalui video call.
Internet dan kemajuan teknologi berdampak sangat besar terhadap kehidupan manusia. Dunia nyata yang kita kenal perlahan berubah menjadi dunia maya. Proses perubahan ini biasanya dikenal dengan digitalisasi. Secara singkat, digitalisasi adalah proses di mana segala sesuatu yang mulanya bersifat konvesional beralih menjadi digital. Perubahan yang sangat besar terjadi dengan adanya digitalisasi ini, mulai dari adanya aplikasi e-money yang memudahkan kita untuk membeli atau membayar secara digital, hingga kendaraan umum seperti ojek yang berubah menjadi ojol atau ojek online berbasis aplikasi.
Ada yang menggunakan media sosial sebagai tempat pamer kekayaan, ada pula yang menjadikan media sosial sebagai alat penipuan, dan ada pula yang menjadikan media sosial sebagai tempat untuk melakukan cyberbullying atau intimidasi dunia maya. Cyberbullying dapat menyebabkan resiko para korban terutama remaja mengalami ganguan kesehatan mental atau mental illness. Remaja korban cyberbullying cenderung akan depresi sedang hingga depresi berat, emosional, dan merasa tidak percaya diri. Bahkan untuk kasus yang lebih tinggi cyberbullying dapat mengakibatkan korban menjadi pengguna obat-obatan terlarang dan bahkan menghilangkan nyawa korban itu sendiri.
sumber : https://www.netmeds.com/ |
Para pelaku cyberbullying ini biasanya bertujuan untuk mengganggu, mengancam, mempermalukan, menghina, mengucilkan ataupun merusak reputasi dari korban. Dan tercatat bahwa sebanyak 41 hingga 50 persen remaja Indonesia rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah mengalami tindak cyberbullying, data ini dilaporkan oleh UNICEF pada tahun 2016. Menurut penjelasan Koentjoro seorang Psikolog Sosial dari Universitas Gadjah Mada terjadinya tindak cyberbullying ini karena penggunaan gawai dan media sosial pada anak muda jaman sekarang tidak terkontrol dengan baik oleh orang tua, sehingga mereka merasa bebas berkomentar apapun tanpa menyaring informasi terlebih dahulu
Menurut Mira M. Pandie, dkk. (2016) paling tidak terdapat sekurang-kurangnya ada tiga utama faktor yang menyebabkan seseorang melakukan cyberbullying, yaitu faktor pergaulan, faktor keluarga, dan faktor diri sendiri. Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap tindakan cyberbullying ialah faktor lingkungan pergaulan sedangkan faktor keluarga dan faktor diri sendiri memiliki pengaruh yang kuat bagi pelaku cyberbullying dalam menjalankan aksinya. Kemudian berbeda dengan bullying conventional, cyberbullying memiliki beberapa motif diantaranya : Dendam “The Vengeful Angel”, motivated offender, keinginan untuk dihormati, mean girls, dan The Inadvertent Cyberbully.
Menanggapi kasus cyberbullying yang masih kerap kali terjadi, sebetulnya pemerintah Indonesia telah menerbitkan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-undang ini diciptakan dalam rangka meminimalisir terjadinya pelanggaran. Undang-undang ini jelas melarang pengguna internet melakukam dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang mengandung unsur penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang atau suatu instansi. Seperti yang jelas tercantum pada pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Jika dilihat dari sudut pandang etika digital maka tindak cyberbullying jelas merupakan suatu kegiatan yang tidak beretika. Pada dasaranya etika ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tentang baik dan buruk pada saat akan melakukan suatu hal. Jika manusia terbiasa mempertimbangkan hal-hal yang baik maka karakter pribadi yang akan muncul pun yang baik pula. Kemudian ketika setiap pengguna media sosial terbiasa untuk mempertimbangkan hal-hal baik, ataupun terbiasa untuk mengambil keputusan yang baik, maka bisa dipastikan kehidupan bersosial media akan lebih harmonis dan cyberbullying akan dapat dihindarkan. Dampaknya terhadap kualitas kesehatan mental terutama pada remaja tentu akan menjadi lebih baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, Nitish Basant. (2018). Klik Dokter Web (Online). Diakses melalui https://m.klikdokter.com/ pada 11 Januari 2021 pukul 22.32 WIB.
Anonim. (2019). Kumparan Web (Online). Diakses melalui https://m.kumparan.com/ pada 11 Januari 2021 pukul 22.01 WIB.
Sitompul, J. (2018). Hukum Online Web. Diakses melalui https://www.hukumonline.com/ pada 11 Januari 2021 pukul 22.50 WIB.
Anonim. (2020). UNICEF Web (Online). Diakses melalui https://www.unicef.org/indonesia pada 11 Januari 2021 pukul 22.45 WIB.
Pandie, M. M., & Weismann, I. T. J. (2016). Pengaruh Cyberbullying di Media Sosial Terhadap Perilaku Reaktif Sebagai Pelaku Maupun Sebagai Korban Cyberbullying Pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar. Jurnal Jaffray, 14(1), 43-62.
SUMBER GAMBAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen yang baek-baek, ntar orang tua loe seneng terus bisa naek haji....